Elite Teknologi Global dan Strategi Dominasi Melalui Data Center
Jul 22, 2025
Infrastruktur Digital Sebagai Medan Perebutan Kekuasaan
Dunia digital hari ini tidak bisa berdiri tanpa pilar-pilar besar yang menopang setiap aplikasi, media sosial, dan layanan daring: data center. Namun lebih dari sekadar tempat penyimpanan data, data center adalah pusat gravitasi dari kekuasaan digital yang sedang dibentuk secara sistematis oleh elite teknologi global. Mereka tidak hanya menciptakan teknologi, tetapi juga menguasai jalur distribusinya: cloud, AI, hingga internet of things. Dan semua itu bergantung pada kekuatan data center.
Raksasa Teknologi dan Ekspansi Global Tanpa Batas
Amazon Web Services, Microsoft Azure, Google Cloud, dan Meta tidak hanya membangun data center untuk melayani pasar, tapi juga untuk mengendalikan aliran data global. Mereka memosisikan diri sebagai penyedia infrastruktur global seperti halnya negara mengelola pelabuhan atau jaringan listrik.
AWS misalnya telah membangun lebih dari 30 “availability zones” di seluruh dunia, dengan target ekspansi ke Asia Tenggara, India, dan Afrika. Google mengoperasikan pusat data terbesar di dunia di Iowa dan terus menanamkan investasi besar untuk membangun zona cloud baru di Jepang, Chile, dan Singapura.
Ambisi elite teknologi global membangun data center ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya pelaku ekonomi, tapi juga aktor geopolitik baru.
Diplomasi Infrastruktur: Investasi atau Hegemoni?
Banyak negara berkembang menyambut kehadiran investasi data center dari raksasa teknologi dengan tangan terbuka. Namun di balik diplomasi bisnis ini, tersembunyi dinamika kuasa yang lebih dalam. Dengan membangun dan mengoperasikan data center di wilayah tertentu, elite teknologi secara tidak langsung memiliki kendali atas arus informasi dan layanan digital nasional.
Indonesia menjadi contoh nyata. Dengan investasi besar-besaran dari Microsoft dan Amazon, muncul pertanyaan: sejauh mana negara bisa menjaga kedaulatan data dan mengatur ekosistem digitalnya jika infrastrukturnya dikendalikan pihak asing?
Kapitalisasi AI dan Infrastruktur Komputasi Canggih
Lompatan teknologi AI membutuhkan kekuatan komputasi yang sangat besar—dan ini hanya bisa dilakukan di dalam hyperscale data center. Elite teknologi global menyadari hal ini lebih awal. Mereka membangun fasilitas khusus untuk pelatihan dan deployment model-model AI skala besar seperti GPT-4, Gemini, dan Claude.
Microsoft bekerja sama dengan OpenAI membangun pusat pelatihan AI terbesar di dunia. Google DeepMind bergantung pada pusat data ultra-canggih di London dan Montreal. Dalam konteks ini, data center menjadi senjata strategis untuk menguasai era AI. Siapa yang punya infrastruktur terkuat, dialah yang memimpin perlombaan kecerdasan buatan.
Isu Keberlanjutan dan Legitimasi Publik
Dalam upaya meredam kritik dan membangun citra positif, para elite teknologi global mengklaim pembangunan data center mereka kini mengusung prinsip keberlanjutan. Mulai dari penggunaan energi terbarukan, sistem pendingin efisien, hingga pemanfaatan limbah panas untuk pemanas kota.
Apple dan Google bahkan menyatakan pusat data mereka sudah 100% menggunakan energi hijau. Namun fakta menunjukkan bahwa banyak pusat data masih menggunakan listrik dari pembangkit fosil dan menyumbang jejak karbon besar. Kampanye keberlanjutan ini kerap dilihat sebagai bentuk greenwashing untuk menutupi ekspansi tak terkendali.
Krisis Ketimpangan: Data Dikuasai, Dunia Diatur
Ketika segelintir perusahaan menguasai jutaan kilometer kabel bawah laut, ribuan hektar fasilitas data center, dan miliar petabyte data, maka ketimpangan digital menjadi hal yang tak terhindarkan. Elite teknologi kini memiliki otoritas lebih dari banyak pemerintahan. Mereka dapat membatasi, menyensor, atau memprioritaskan informasi sesuai kepentingan bisnis dan politik.
Ambisi membangun data center tidak hanya berdampak pada infrastruktur, tapi juga pada tatanan sosial global. Ketika data menjadi senjata, maka yang memiliki pusat data adalah pemilik dunia.
Mengawasi Para Pengawas
Ambisi elite teknologi global membangun data center adalah refleksi dari konsentrasi kekuasaan digital di tangan segelintir aktor. Dunia tidak boleh memandang ini sebagai fenomena netral. Regulasi yang adil, pengawasan publik, dan kesadaran atas kedaulatan digital adalah keharusan. Jika tidak, maka infrastruktur digital masa depan akan dikendalikan bukan oleh negara, tetapi oleh korporasi.